masukkan script iklan disini
![]() |
Polemik SMPN 3 Alun-Alun Dibuka Kembali, Proses Hukum Masih Berjalan |
LUMAJANG, SUARARAKYAT - Polemik penutupan sementara SMPN 3 yang berlokasi di Desa Alun-Alun, Kecamatan Ranuyoso, Kabupaten Lumajang, akhirnya menemukan titik terang. Sekolah tersebut resmi dibuka kembali setelah sebelumnya ditutup akibat persoalan kepemilikan lahan dan konflik internal yang berdampak pada terganggunya proses belajar mengajar.
Pembukaan kembali sekolah dilakukan secara simbolis oleh Camat Ranuyoso, H. Masruhin, S.Sos., didampingi Kepala Desa Alun-Alun, perwakilan pihak sekolah, dan H. Arif—tokoh masyarakat yang juga dikenal sebagai orang kepercayaan Bupati Lumajang.
Dalam keterangannya, Camat Ranuyoso menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Muhammad Sholeh, pengurus sekolah sekaligus ahli waris tanah yang saat ini menjadi lokasi berdirinya SMPN 3.
“Kami siap memfasilitasi dan mendampingi proses penyelesaian sengketa ini agar kegiatan belajar siswa tidak terganggu. Pendidikan harus menjadi prioritas,” ujar Camat Masruhin.
Hal senada disampaikan oleh Kepala Desa Alun-Alun, H. Holla. Ia menegaskan dukungan penuh terhadap penyelesaian konflik, termasuk terkait pemotongan gaji dan aspirasi Muhammad Sholeh yang menginginkan pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Kami berharap persoalan ini segera selesai. Kami juga mendorong agar saudara Muhammad Sholeh bisa dipertimbangkan menjadi P3K sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya terhadap pendidikan di desa ini,” ucapnya.
Sementara itu, H. Arif, tokoh masyarakat sekaligus mantan anggota DPRD, menyayangkan masih adanya praktik yang dapat menghambat penyelesaian masalah pendidikan. Ia menyatakan kesiapannya untuk membantu secara penuh.
“Hak pendidikan anak-anak jangan dikorbankan. Saya akan bantu agar tuntutan dari pihak ahli waris bisa dikawal dan mendapat perhatian dari pemerintah,” ungkapnya.
Muhammad Sholeh, selaku ahli waris tanah, menyampaikan kesediaannya untuk menghibahkan lahan tempat sekolah berdiri, dengan catatan ia diangkat sebagai P3K.
“Saya siap hibahkan tanah tersebut jika saya masih bisa bekerja dan resmi diangkat sebagai P3K,” jelasnya.
Polemik ini menjadi perhatian serius masyarakat dan pemerintah daerah. Pemerintah Kabupaten Lumajang serta Dinas Pendidikan diharapkan segera mengambil langkah tegas agar permasalahan tidak berlarut-larut dan hak siswa untuk mendapatkan pendidikan tidak terabaikan.
Kasus ini masih dalam proses penyelesaian dan akan terus dikawal hingga tuntas.